Violet Rose
Bab 1
Rosa menatap langit sore hari ini. Mendung. Mendung pertama setelah seminggu sekembali ia ke Semarang setelah sekitar dua tahun meninggalkan kota kelahirannya ini. Rosa menghela napas panjang.Sedikit kecewa memang, belum semua tempat dikunjungi. Kekecewaannya bertambah ketika tetes air hujan menyentuh hidungnya yang mancung. Rosa menengok kanan-kiri, mencari tempat berteduh. Pandangannya tertuju pada sebuah SMA di depannya. Karena sudah menjelang maghrib, sekolah sudah sepi. Kecuali lapangan basket yang sudah mulai basah diguyur air hujan. Mata Rosa tertuju pada sekelompok laki-laki yang masih berlatih basket ditengah hujan. Tanpa komando apapun, kaki Rosa melangkah ke arah lapangan basket itu. Ia memang paling tidak bisa menahan rasa penasarannya. Lapangan basket itu terbuka, Rosa menengok kanan-kiri lagi, mencari tempat berteduh, kali ini matanya tertuju pada tempat parkir motor yang tertutup. Ia pun berlari kecil-kecilan, sambil melindungi puncak kepalanya dengan telapak tangan mungilnya, ke arah tempat parkir, lalu berteduh sembari berharap hujan akan segera reda.
Sudah hampir lima belas menit Rosa berdiri di tempat parkir itu, namun hujan tak kunjung menunjukkan tanda-tanda akan reda. Ia pun kembali menghela napas panjang. Ia bersedekap menahan hawa dingin yang menusuk kulitnya. Ia merutuki kebodohannya meninggalkan jaketnya di hotel.
"Hai," sapa seorang anak laki-laki yang badannya sudah basah kuyup diguyur hujan, sambil mengacak-acak rambutnya yang basah.
"Oh, hai," Rosa hanya membalas sapaan itu singkat dengan senyum simpul sebisanya. Mungkin urat-uratnya sudah mulai membeku.
"Anak kelas berapa? Rasanya aku belum pernah liat kamu sebelum-sebelumnya," tanya laki-laki itu ramah, mencoba membuka pembicaraan
"Ehm, aku bukan anak sini," jawab Rosa sambil meringis dan menggaruk kepalanya. "Aku cuma mau numpang berteduh dulu sampai hujannnya agak reda,"
Laki-laki itu hanya ber-oh panjang, lalu menyadarkan tubuhnya yang tinggi itu ke tiang besi penyangga kanopi parkir motor.
"Jadi, kamu anak mana?" kata laki-laki itu mencoba mencairkan kecanggungan diantara mereka.
"Aku baru pindah dari Bandung ke sini, masih belum tahu mau sekolah dimana," Rosa menjawab seperlunya. Ia memang malas berbicara panjang lebar dengan orang baru.
"Oh, harusnya kelas berapa?"
"Kelas sebelas."
"Daftar di sini aja, masih banyak kelas yang kosong kok!"
Tanpa disadari, ujung bibir Rosa terangkat. Ide brilian! pikir Rosa. Sudah lima hari ia mencari sekolah tetapi semua sekolah tidak mau menerima siswa baru. Rosa mengangguk pelan, berharap laki-laki itu mengartikannya sebagai tanda setuju.
"Eh, kenalan dulu dong. Aku Rafa" kata laki-laki yang bernama Rafa itu, menyodorkan tangannya ke arah Rosa.
Sesaat Rosa tercenung. Rafa? Ada berapa banyak sih nama Rafa di Semarang? Ia yakin ia pasti salah dengar.
"Namamu Rafa?" tanya Rosa. Suaranya sedikit tercekat mengucapkan nama itu.
"Iya, namaku Rafa. Kamu?" tanya Rafa tanpa menyadari perubahan ekspresi Rosa yang sangat kentara. Kali ini Rosa tidak mungkin salah dengar.
Rosa terdiam. Pikirannya melayang. Tidak mungkin dia "Rafa" yang itu, tidak mungkin!
*bersambung*